Apa itu Prinsip 5C Dalam Perbankan?
Dalam menjalani bisnisnya, ada banyak aturan main yang perlu diterapkan dan dijalankan dengan konsisten, namun selain aturan main tersebut, ada juga prinsip – prinsip yang perlu dijalankan dalam rangka menjaga kepentingan bank dan juga keberlangsungan perusahaan dalam jangka panjang.
Now let’s get back to topic, bagi kalangan perbankan / lembaga pembiayaan, 5C adalah prinsip yang harus dijalankan dalam setiap aktivitas pemberian pinjaman / pelepasan kredit. Komponen utama dari 5C ini meliputi:
- Character
Yang penting dari prinsip character (alias karakter) ini adalah sesuatu yang bisa dilihat dan dinilai bisa cukup menggambarkan karakter dari peminjam / debitur. Salah satu hal yang menjadi penentu faktor ini adalah histori pinjaman debitur yang dapat dilihat dari hasil Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) atau yang dahulu dikenal sebagai BI Checking.
- Capacity
Dalam bahasa Indonesia berarti kapasitas. Prinsip ini menekankan
bahwa peminjam harus memiliki kapasitas/ kemampuan untuk membayar
kembali uang yang ia pinjam.
Sebagai contoh misalnya,
orang bergaji Rp 10 juta tidak akan diberikan pinjaman yang
mengharuskan ia mengangsur sebesar Rp 5 juta, bila dari
income bulanannya ia memiliki biaya hidup sebesar Rp 6
juta. Malahan pada umumnya bank hanya akan setujui angsuran
bulanan yang sebesar 1/3 dari income bulanan.
Apakah
hal tersebut juga berlaku untuk orang yang bergaji lebih besar
dari itu? Yaa jawabannya mungkin bisa saja kebijakan bank akan
berbeda bagi mereka yang income-nya lebih besar, misal
bagi mereka yang memiliki income bulanan Rp 30 juta, bisa
saja bank memberikan persetujuan untuk angsuran sebesar Rp 15 juta
atau mungkin juga Rp 20 juta sepanjang biaya hidupnya masih
menyisakan nominal tersebut menurut asumsi bank maupun berdasarkan
interview dengan peminjam.
- Capital
Yang dimaksud dari capital di sini adalah modal. Intinya adalah pihak bank tidak akan berani memberikan pembiayaan bila si peminjam / debitur tidak ikutan memberikan sumbangsih modal ke rumah yang akan dibelinya. Satu hal yang dipercaya oleh kalangan bankir adalah dengan turut memberikan sumbangsih modal (biasa disebut bayar uang muka atau downpayment), maka debitur akan lebih bertanggung jawab dalam melakukan pembayaran pinjamannya.
- Collateral
Faktor ke 4 adalah collateral atau biasa dikenal sebagai
jaminan. Sebagai contoh misalnya, rumah yang akan dibeli dengan
KPR merupakan jaminan yang harus diberikan kepada bank. Biasanya
jaminan berbentuk properti ini akan diikat dengan Akta Pembebanan
Hak Tanggungan (APHT), yang mana APHT ini memberikan hak mendahulu
kepada bank atas pembayaran pinjaman dari debitur.
Sederhananya seperti ini, misal debitur A memiliki 5
pinjaman kepada 5 pihak dan suatu saat debitur A tidak dapat
melunasi pinjaman atau pailit, maka bila sampai dilakukan lelang
atas rumah yang dibeli dengan KPR Bank, pihak Bank akan mendapat
prioritas pembayaran dari hasil lelang rumah tersebut. Kalau dari
hasil lelang tersebut masih ada sisanya maka barulah sisa hasil
lelang tersebut akan dibagikan untuk membayar kewajiban debitur A
kepada 4 pihak lainnya secara proporsional.
- Condition
Hal yang terkait dengan condition di sini adalah kondisi ekonomi secara makro maupun mikro. Ada kalanya dalam kondisi tertentu pelepasan kredit KPR menjadi lebih selektif dibanding kondisi pada umumnya.
See you on the next article.