Beda Over Kredit dan Take Over Rumah

Berdasarkan data Bank Indonesia sekitar 75% dari transaksi pembelian rumah dilakukan dengan Kredit Pemilikan Rumah. Apabila rumah akan dijual dengan kondisi belum lunas, hal yang umumnya dilakukan adalah skema over credit, bukannya take over. Masing-masing skema over credit dan take over memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing seperti di kasus berikut.

Over Credit

Misalnya Pak Budi memiliki rumah yang mau dijual tapi dia masih memiliki sisa angsuran di bank selama 10 tahun dengan angsuran per bulan sekitar 2 juta/bulan di bank A. Pak Budi menawarkan over kredit kepada Pak Andi sebagai pembeli dengan cara menerima sejumlah uang untuk DP dan melakukan transaksi hanya di depan notaris untuk proses jual beli.

Selama 1,5 tahun pertama Pak Andi masih memenuhi komitmen untuk melanjutkan pembayaran angsuran. Namun di pertengahan tahun ke 2, ternyata Pak Andi mengalami kesulitan ekonomi sehingga pembayaran angsuran mulai tersendat dan akhirnya terjadi tunggakan.

Secara proses, skema over credit memang terbilang mudah dan tidak memerlukan banyak biaya tambahan. Namun apabila kejadian di atas terjadi, maka kerugian paling besar ada di Pihak Penjual yaitu Pak Budi, karena:

  1. Pihak yang akan dicari bank untuk penyelesaian masalah tunggakan adalah Pak Budi sebagai nama debitur yang tercantum di fasilitas pinjaman KPR. Selama masih ada tunggakan, maka bank akan terus menghubungi Pak Budi.
  1. Apabila Pak Budi menginformasikan kalau rumah tersebut sudah over kredit, maka akan tersangkut masalah hukum karena tercantum di perjanjian kredit kalau tidak boleh mengalihkan kepemilikan rumah selama masih memiliki pinjaman.‍
  1. Apabila tunggakan terus menerus terjadi, maka rating kredit Pak Budi menjadi jelek. Karena saat terjadi penunggakan hinga lebih dari 90 hari tingkat kolektabilitasnya turun mulai dari lancar – dalam perhatian khusus - kurang lancar - diragukan sampai ke macet atau sudah menunggak lebih dari 180 hari.

Over Kredit Bisa Merusak Reputasi Kredit

Reputasi kredit adalah hal yang harus diketahui dan dijaga oleh masyarakat umum. Hal ini terkait dengan kemungkinan pengajuan pinjaman ke bank di masa depan. Apabila status kolektabilitasnya menurun apalagi sampai status macet, kemungkinan Anda tidak akan bisa lagi mengajukan pinjaman ke bank dalam bentuk apapun dan berapapun limitnya. Walaupun hanya sekedar kartu kredit. Karena prosedur standar pengajuan pinjaman ke bank harus melalui proses BI checking atau yang sekarang disebut SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan).

Take Over
Lalu apa bedanya dengan skema take over

Dari contoh yang tadi, apabila menggunakan skema take over adalah sebagai berikut:

  • Pak Andi sebagai pembeli sebaiknya mengajukan take over ke bank (boleh bank yang sama atau berbeda dengan bank pemberi KPR Pak Budi) yang menyanggupi. Namun, biasanya bank yang berani melakukan take over jual beli adalah bank yang memberikan pinjaman ke Pak Budi.
  • Setelah mendapatkan persetujuan bank, maka Pak Andi & Pak Budi dapat lanjut melakukan akad kredit dan Akte Jual Beli (AJB).
  • Setelah proses selesai, penjual langsung menerima hasil penjualan rumah yang sudah dikurangi sisa hutang. Sedangkan pembeli bisa memulai perjalanan KPR-nya dengan mencicil dengan dokumen-dokumen yang sudah lengkap.
Gimana? Sudah jelas kan beda overcredit dan take over? Jangan sampai kita terjebak dengan pembeli yang tidak bertanggung jawab sehingga merusak reputasi kredit kita sehingga mempersulit kita di masa depan.  

Semoga bermanfaat ya!

Share on your social media
Articles - Menu