Hati-Hati Dengan Kondisi Properti Seperti Ini
Modal dana yang cukup besar untuk membeli properti tentunya bisa
menjadi salah satu alasan kuat agar kita bertindak dengan sangat
hati-hati ketika hendak melakukan transaksi pembelian properti.
Berikut adalah beberapa contoh case (kasus) dan mengapa membeli
properti dengan kondisi demikian dapat menyulitkan kita di masa
mendatang.
1. Sertifikat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tidak
sesuai
Contoh kasus seperti ini merupakan salah satu yang paling
umum dan banyak ditemui, mulai dari perbedaan luas bangunan,
perbedaan jumlah lantai hingga perbedaan peruntukan antara rumah
tinggal dengan non-rumah tinggal. Bila Anda menemukan adanya
perbedaan kondisi antara IMB dan kondisi aktual bangunan,
sebaiknya segera minta kepada pihak Penjual untuk mengurus
terlebih dahulu penyesuaian IMB tersebut. Bila pihak Penjual sudah
menyerahkan bukti pengurusankepada instansi terkait, maka mintakan
copy dokumen tersebut untuk keperluan bila Anda hendak
mengajukan pinjaman KPR ke lembaga pembiayaan.
Kondisi
dimana kemungkinan besar akan sulit di-urus perubahan keterangan
sertifikat IMB-nya adalah apabila bangunan berbentuk ruko, namun
pada IMB tercantum sebagai rumah tinggal. Pada situasi seperti
ini, akan sangat sulit untuk mengubah IMB (pengalihan fungsi
bangunan) dari bangunan “hunian” menjadi bangunan “komersial” bila
zona bangunan tersebut berada dalam “zona perumahan”. Agar
terhindar dari masalah seperti ini di kemudian hari, sebelum
melakukan transaksi Anda sebaiknya menunggu terlebih dahulu sampai
IMB baru (atau revisi penyesuaian) dikeluarkan dan pastikan
perubahan atau sertifikat IMB baru tersebut sesuai dengan kondisi
riil terakhir di lapangan.
2. Hak Kepemilikan Properti di atas HPL
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan Sertifikat Hak Milik
(HM) atau Hak Guna Bangunan (HGB) yang berada di atas lahan Hak
Pengelolaan (HPL), namun berhubung status hukum HPL yang hanya
berlaku selama periode tertentu dan perlu di-urus perpanjangannya
untuk penggunaan pada jangka waktu tertentu berikutnya, maka ada
beberapa perlakuan khusus yang penting untuk kita ketahui.
Perpanjangan HPL tersebut perlu di-urus agar
"Hak–Hak" yang berada diatasnya tidak gugur (bila gugur
maka “status” tanah akan menjadi “Tanah Negara”), meskipun
demikian hingga saat ini sepertinya belum pernah terjadi dimana
ada tanah HPL yang tidak diurus perpanjangannya. Sebenarnya kita
tidak perlu terlalu khawatir, hanya saja karena adanya kondisi
yang "mengharuskan" pemegang HPL untuk mengurus
perpanjangan HPL secara berkala, maka beberapa lembaga pembiayaan
menjadi agak “alergi” untuk membiayai pembelian properti di area
yang berkaitan dengan HPL.
3. Bentuk fisik tanah berbeda dengan gambar di
Sertifikat
Batas fisik tanah dari properti juga sangat penting untuk
diperhatikan, jangan sampai kondisinya berbeda dengan yang
tercantum di dalam sertifikat. Karena bila sampai terjadi, maka
kita perlu mengurus pengukuran ulang properti untuk dapat
menerbitkan sertifikat yang sesuai dengan kondisi riil. Hal
seperti ini sebaiknya dihindari karena proses pengukuran ulang
hingga penerbitan sertifikat bisa memakan waktu sampai berbulan –
bulan. Anda dapat membidik properti lain atau menunggu sampai
pihak Penjual membereskan hal tersebut sebelum melanjutkan kepada
tahap berikut (e.g. pembayaran uang tanda jadi atau
down payment).
Case lain terkait
dengan kondisi gambar di sertifikat adalah arah mata angin, dimana
arah yang ditunjukkan di sertifikat berbeda dengan arah hadap
properti yang sesungguhnya. Untuk hal seperti ini, sebaiknya
jangan teruskan atau tunda transaksi, karena dapat terjadi
kemungkinan situasi dimana sertifikat tersebut adalah sertifikat
untuk properti yang lain (bukan yang saat itu sedang kita
lihat).
4. Properti terkena Garis Sempadan Bangunan (GSB)
Pengertian Garis Sempadan Bangunan (GSB) adalah garis batas yang
tidak boleh dilampaui oleh bangunan ke arah Garis Sempadan Jalan
(GSJ) yang ditetapkan dalam rencana kota. Dalam hal ini, GSB dan
GSJ adalah garis yang telah ditetapkan untuk penataan ruang kota,
sehingga bila di suatu saat nanti dilakukan penataan ruang, maka
setiap bangunan akan disesuaikan dengan kondisi GSB dan GSJ.
Untuk
lebih jelasnya, silahkan perhatikan ilustrasi dari gambar berikut
ini:
5. Kondisi lingkungan di sekitar properti
Sangatlah penting bagi kita untuk memperhatikan kondisi di
sekitar properti sebelum mengajukan permohonan pembiayaan KPR ke
lembaga pembiayaan. Mungkin ada hal – hal yang bagi kita tidak
terlalu menjadi masalah atau hanya sebuah hal kecil, namun bagi
lembaga pembiayaan hal tersebut menjadi bahan pertimbangan
tersendiri atau menjadi sebuah perhatian khusus.
Misalnya, kedekatan jarak properti dengan rumah ibadah
atau kondisi properti pada “tusuk sate”. Dari sisi lembaga
pembiayaan pasti akan ada semacam discount (atau
pengurangan nilai) saatmenghitung nilai properti tersebut
dibandingkan dengan properti lainnya yang tidak dalam kondisi
serupa. Hal ini menjadi pertimbangan lembaga pembiayaan karena
untuk rumah yang berdekatan dengan tempat ibadah, umumnya pada
hari –hari tertentu akan terjadi keramaian di sekitar rumah yang
dapat mengganggu ketenangan penghuni.
Untuk kondisi
tusuk sate, ya percaya atau tidak percaya, ternyata ada kelompok
masyarakat Indonesia yang cukup mempercayai kondisi
feng-shui dari lokasi rumah tusuk sate yang dianggap
tidak cocok atau tidak ideal sebagai rumah tinggal. Jadi bila Anda
tetap berminat untuk membeli properti dengan kondisi tersebut, ada
baiknya kita mintakan “discount” (negosiasikan harga
jual) terlebih dahulu kepada pihak Penjual. Sehingga kalau pun
pada akhirnya terjadi pengurangan nilai properti dari penilaian
yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan, maka hal tersebut tidak
akan banyak mempengaruhi pada jumlah Down Payment yang perlu kita sediakan.
"Segala hal yang rasanya kurang pas perlu menjadi bahan
pertimbangan sebelum memutuskan transaksi property." - OP @KPRAcademy -